Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMDes) Kalimantan Tengah (Kalteng) Hamka
Palangka Raya, Media Dayak
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMDes) Kalimantan Tengah (Kalteng) Hamka menegaskan, saat ini Pemprov belum menerima petunjuk teknis perihal kenaikan gaji perangkat desa yang akan disetarakan dengan pegawai negeri sipil (PNS) golongan II A.
Menurutnya, hal tersebut hanya masih sebatas wacana Pemerintah Pusat yang pada dasarnya untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa. Namun, apabila wacana tersebut direalisasikan, maka aturan mengenai penyetaraan penggajian tersebut akan ditindaklanjuti, terlebih yang mengatur adalah Pemerintah Pusat.
“Memang soal penggajian itu, saya sudah dengar. Namun itukah hanya wacana dan petunjuk teknis mengenai aturan pelaksanaannya juga belum ada. Kalau petunjuknya sudah dikeluarkan pusat, ya sudah pasti kita tindaklanjuti,” katanya.
Hamka juga belum mengentahui secara pasti apakah kenaikan gaji itu nantinya akan dibebankan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) kabupaten dan kota, atau menggunakan pos dana alokasi khusus (DAK) anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Jika dianggarkan melalui DAK APBN, maka tidak akan terlalu membebankan pemerintah setempat. Namun apabila penyetaraan gaji tersebut menggunakan APBD, sudah pasti pemerintah harus memikirkan untuk menaikan anggaran.
“Masih jadi pertanyaan, karena aturannya belum ada. Kalau dibilang mampu atau tidak, itu persoalan lain, yang pasti aturan mengenai penyetaraan ini apakah menggunakan APBD atau APBN,” jelasnya, usai menghadiri salah satu acara di Aula Eka Hapakat, Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (23/1).
Dia mengatakan, untuk sekarang ini gaji pokok kepala desa rata-rata di atas Rp2 juta per bulan. Sedangkan untuk PNS golongan IIA, gaji pokoknya paling besar di atas Rp3 juta diluar tunjangan. Sehingga apabila wacana tersebut direalisasikan dan ternyata dibebankan melalui APBD, maka pemerintah setempat harus siap anggarannya.
“Misalkan di satu kabupaten ada 200 desa, ya dikalikan saja dengan Rp3 juta per bulan untuk satu tahun. Kalau penyetaraan itu termasuk tunjungan, maka bisa besar lagi. Dari situ bisa dihitung berapa kebutuhan anggarannnya. Namun kita belum bisa memastikan, karena petunjuk teknisnya belum ada,” pungkasnya.(YM)