Dari keluarga yang tidak mampu, sudah 30 tahun HKI berkelainan khusus dan tidak memakai pakaian serta dimasukan ke dalam ruang khusus untuk menjaganya agar tidak keluar rumah.(Media Dayak:Ist)
Muara Teweh, Media Dayak
Ketidak warasan HKI hampir 30 tahun lebih, sejak berumur 1 (satu) tahun memiliki kelainan yaitu apabila dipasang pakaian, HKI selalu mengamuk, menangis dan mengigit dirinya sendiri, tapi jika dibiarkan tidak mengenakan baju HKI malah tertawa dan senang.
Anak dari pasangan Udin (50) dan ibu Duya (46) ini sebelum mengidap kelainan pada dirinya, sempat menderita sakit selama empat bulan dan timbul kelainan yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Orang tua HKI yang dulunya tinggal di Desa Muara Pari Kecamatan Lahei, saat ini mereka tinggal dan menetap di Jalan Kumala RT 08 RW 02 Kelurahan Lahei II seberang Kecamatan Lahei kurang lebih tiga bulan ini.
Walau rumah yang mereka huni saat ini hanya berukuran 3×5 meter tidak menyurutkan semangat orang tuanya mengurus dan merawat anak kedua dari tujuh bersaudara ini. Rumah mereka pun jauh dari pemukiman warga sebab berada diladang dan tanpa ada lampu penerangan listrik dari PLN.
Ibu HKI, Duya (46) menjelaskan bahwa anaknya sejak dari kecil memiliki kelainan jiwa. Saat masih kecil sempat sakit selama kurang lebih empat bulan, setelah berumur 1 tahun mulai muncul kelainan pada diri HKI. Jika bajunya dipasang, HKI menangis dan mengigit dirinya sendiri tetapi apabila baju dilepas atau tidak dipakaikan ia malah tertawa dan senang.
“Merasa heran dan mencoba mengobatinya mulai dari mantri atau dokter yang ada dikampung sampai di obati dengan cara pengobatan kampung juga tidak kunjung sembuh. Untuk membawa HKI ke Rumah Sakit tidak ada biaya,” kata Duya.
Sudah 30 tahun lebih kedua orang tuanya merawat HKI yang mengalami kelainan seperti itu dan tidak menyurutkan semangat mereka agar HKI segera sembuh dari kelainan yang dideritanya. Dengan kehidupan sederhananya yang serba kekurangan tidak membuat ibu dari tujuh anak itu patah semangat, ia meyakini ada saja rezeki walau serba kekurangan.
“Sudah 30 ia tidak pernah pakai celana dan kelakuannya makan minum dan kadang-kadang jika mendengar bunyi keras maupun suara keras ia memukul-mukul kepalanya sendiri, sampai memar,” katanya.
Duya menceritakan bahwa HKI tidak bisa ditinggal sendirian dirumah walaupun dikurung, takutnya bisa memukul dirinya sendiri. Adik HKI yang nomor 6 dan 7 terpaksa harus putus sekolah karena harus menjaga kakanya HKI, ketika ibunya keluar atau sedang bekerja.
“Anak terakhir kelas lima SD berhenti sekolah karena menjaga kakanya juga, kalau saya dan bapak HKI sedang kerja di ladang. Dan Alhamdulillah ada warga Lahei yang mau meminjamkan kebun karet untuk disadap dan hasil sadapan karet dibagi dua, dari pekerjaan itu untuk menghidupi keluarga,” ungkap Duya.
Dari tujuh anak ibu Duya (46) dan bapak Udin (50), dua orang meninggal dunia yaitu anak pertama dan ketiga. Sementara HKI (30) anak kedua, anak keempat laki-laki sedang merantau bekerja, anak ke-5 perempuan sudah berkeluarga ikut suaminya dan yang ikut mereka sekarang. Anak ke-6 laki-laki dan anak terakhir perempuan.
“Karena rumah separo dibagi buat kakanya HKI jadi tambah kecil, kadang-kadang anak nomor 6 bermalam di tempat kakak perempuannya yang nomor 5,” ujar ibu HKI, Jumat (15/2) pekan lalu.
Ia juga mengatakan karena toilet tidak ada, ibu Duya menyiapkan wadah atau tempat penampungan tempat buang air besar khusus untuk HKI dan membuangnya setiap hari dengan membawa drigen yang dibelah dua itu, serta mengangkut air dari sungai lantaran jauh dari pemukiman.
“Mungkin orang belum menetahui, karena kami tinggal jauh dari pemukiman warga, kami berharap pemerintah daerah bisa memberikan bantuan untuk pengobatan HKI agar bisa sembuh dari gangguan kejiwaan yang dideritanya,” kata ibu Duya.(lna/aw)