jajaran DPRD Provinsi Kalteng pada sata melaksanakan kunjungan ke wikayah Kinipan, Kabupaten Lamandau belum lama ini. (Media Dayak/Novan)
Lamandau, Media Dayak
Permasalahan antara masyarakat Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau dengan PT. Sawit Mandiri Lestari (SML), saat ini masih perhatian dari berbagai pihak, salah satunya dari kalangan DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), yang terjun langsung kelapangan untuk mencari titik awal permasalahan sekaligus membantu mencari solusi agar masalah tersebut tidak berlarut-larut.
DPRD Provinsi Kalteng yang dalam hal ini diwakili langsung oleh jajaran Komisi I dan Komisi II, Selasa (2/9) pagi, telah berangkat dari Kota Palangka Raya menuju Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau tiba ditujuan pada pukul 18.00 wib dihari yang sama dan langsung disambut oleh Bupati Kabupaten Lamandau, Hendra Lesmana di rumah jabatan sekaligus digelarnya kegiatan ramah-tamah.
Dalam kegiatan tersebut rombongan DPRD Provinsi Kalteng yang dipimpin langsung wakil ketua DPRD, H. Jimmy Carter d,idampingi unsur pimpinan serta anggota Komisi I dan II, mendapatkan penjabaran terkait awal mula mencuatnya konflik Agraria antara masyarakat Kinipan dan PT. SML, oleh Bupati setempat.
ketua Komisi II DPRD Kalteng, Lohing Simon dalam sambutannya mengungkapkan rasa terimakasihnya atas penyambutan Bupati Lamandau beserta jajaran, mengingat maksud dan tujuan para Legislator Kalteng datang secara langsung ke Lamandau untuk mencari solusi permasalahan antara masyarakat dan perusahaan di Kinipan.
“kita ucapkan terima kasih atas sambutan hangat yang diberikan oleh Bupati Lamandau dan jajarannya. Kemudian maksud dan tujuan kami datang kesini adalah ingin mencari informasi seperti apa kronologis permasalahan di Kinipan,” ucap Lohing Simon.
Disisi lain, Bupati Kabupaten Lamandau, H. Henda Lesmana menjelaskan bahwa proses pengajuan perizinan PT. SML telah dimulai pada tahun 2010 dan masalah konflik Agraria antara masyarakat dan Perusahaan, telah ada sejak tahun 2012.
“Memang pada dasarnya, pro dan kontra tentu tidak bisa kita hindari dan saat ini, apa yang saya sampaikan kepada DPRD Kalteng, tidak hanya hanya berdasarkan satu sudut pandang dan kita juga sudah mengirimkan kronologisnya untuk di pelajari ke Provinsi dengan tembusan langsung ke Presiden, terkait awal mula kronoligis konflik Agraria yang diketahui setelah ada sejak tahun 2012,” Ucap Hendra.
Selain itu, Hendra juga mengaku prihatin atas permasalahan yang terjadi saat ini diwilayah Kinipan, sehingga dengan kedatangannya DPRD Provinsi Kalteng, diharapkan dapat membantu mencari solusi, guna mencegah agar masalah ini tidak berbuntut panjang.
“tentunya kedatangan rekan-rekan dari DPRD Provinsi, sangat kita sambut dan sangat besar harapan kita agar kedatangan DPRD Kalteng dapat membantu mencari solusi terhadap permasalahan yang berujung pada Blind Spot (titik buta..,-red) di wilayah Kinipan,” ujarnya.
Usai melaksnakaan pertemuan dengan Bupati Lamandau, keesokan harinya jajaran DPRD Kalteng langsung bertandang ke Desa Kinipan dan menggelar pertemuan di Aula Kecamatan Batang Kawa dengan stakeholder terkait.
Dalam pertemuan tersebut, ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Kinipan, Ating, mengungkapkan bahwa masyarakat Kinipan saat ini sangat mengharapkan adanya bantuan untuk mencari solusi agar permasalahan konflik agraria ini berlanjut tanpa adanya kejelasan.
“Yang kami inginkan adalah hutan adat Kinipan seluas 16.000 hektar tidak digarap oleh PT. SML. Bahkan saat ini dari total 16.000 hektar tersebut, seluas 3000 hektar sudah digarap PT. SML sehingga masih tersisa 13.000. sisa inilah yang kami minta supaya hutan ini tetap menjadi milik kami sebagai hutan adat,” tandasnya.
Dilain pihak, Mantir adat Desa Kinipan, Pilemon, mengatakan bahwa tuntutan lain dari masyarakat adalah meminta agar sisa lahan yang belum ekspansi dan dianggap sebagai hutan adat tidak digarap oleh PT. SML.
“Hutan adat seluas 3000 hektar yang telah digarap oleh perusahaan inilah yang kami tuntut agar perusahaan melakukan ganti rugi berdasarkan ketentuan hukum adat disini dan sebetulnya, yang menjadi masalah inti adalah bukan terkait masalah uang ganti rugi seperti yang menjadi tuntutan masyarakat. Melainkan bagaimana pihak investor bisa menghargai hukum adat dan istiadat masyarakat Dayak yang berada diwilayah Desa Kinipan,” Ujarnya.
Kemudian, menyikapi permasalahan yang terjadi antara masyarakat Kinipan dan PT. SML, Kepala Humas PT. SML, Wendi saat dikonfirmasi mediadayak.id mengungkapkan, bahwa pihaknya hanya berpegang teguh pada hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasalnya, menurut Wendi, perizinan PT. SML sendiri telah terbit sejak tahun 2010 dan telah dipastikan bahwa diwilayah Kinipan tidak terdapat hutan adat dan selama proses berjalannya perusahaan, PT. SML telah banyak memberikan kontribusi tidak hanya bagi daerah, melainkan kepada seluruh Desa dan masyarakat diseputaran PT. SML.
“Perlu saya sampaikan bahwa perizinan PT. SML telah diterbitkan sejak tahun 2010 dan masalah ini muncul sejak 2012. Tetapi diterbitkannya perizinan PT. SML sendiri telah dipastikan bahwa diwilayah Kinipan, tidak terdapat hutan adat. Kemudian selama ini PT. SML juga telah banyak berkontribusi bagi masyarakat dan 11 Desa yang masuk diwilayah operasional perusahaan,” cetus Wendi.
Kemudian, berkaitan dengan masalah huma, ladang dan hutan adat, dirinya mengaku bahwa PT. SML tidak pernah memaksakan terkait program Plasma bagi masyarakat yang tidak menginginkannya.
“Kalaupun masyarakat menyepakati, program ini akan tetap berjalan. Namun apabila tidak, perusahaan juga tidak masalah. Kita tidak akan memaksakan program yang kita buat di 11 Desa ini juga ada di Kinipan,” paparnya.
Kemudian Camat Batang Kawa, Loren O. Tahan mengatakan bahwa kedatangan DPRD Kalteng untuk mencari solusi terkait permasalahan antara masyarakat kinipan sangat disambut baik oleh masyarakat, mengingat tujuan kedatangan DPRD Kalteng adalah untuk mencari solusi.
“Saya selaku Camat Batang Kawa menghaturkan terima kasih atas kehadiran anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten, dimana kedatangan para anggota dewan diharapkan bisa membantu kami untuk menemukan solusi terkait masalah ini,” harapnya.
Sedangkan mengenai kondisi Kamtimbmas di Desa Kinipan, sambung Loren, tidak seperti yang dilayangkan disejumlah pemberitaan baik lokal maupun Nasional, yang menganggap bahwa saat ini kondisi kamtimbas antara warga Kinipan dan PT. SML kian memanas.
“Seperti yang kita lihat, bahwa saat ini kondisi di Desa Kinipan aman-aman saja, tidak seperti yang ramai diberitakan di berbagai media massa, yang menyebutkan bahwa kondisi sangat memanas,” pungkasnya. (Nvd/aw)