Semarang, Media Dayak
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah pusat melalui Badan Gizi Nasional (BGN) tidak hanya menjadi upaya nyata dalam memperbaiki gizi anak-anak Indonesia, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal. Melalui distribusi dana yang besar dan pemanfaatan sumber daya dari masyarakat sekitar, program ini terbukti mampu menciptakan dampak ganda: meningkatkan kualitas kesehatan generasi muda sekaligus menggerakkan roda ekonomi daerah secara berkelanjutan.
Dalam Rapat Konsolidasi Regional Program MBG yang diselenggarakan di Provinsi Jawa Tengah dan DIY, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, mengungkapkan besarnya aliran dana dari program ini ke daerah dan bagaimana penggunaannya berdampak langsung terhadap sektor pertanian, peternakan, hingga industri lokal.
“Satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) rata-rata akan menerima dana sekitar Rp9 hingga Rp10 miliar per tahun. Jika di Jawa Tengah terdapat 3.200 SPPG, maka total dana yang beredar mencapai Rp32 triliun per tahun. Ini jauh melampaui APBD Jawa Tengah yang hanya sekitar Rp27 triliun,” ujar Dadan.
Sebanyak 85 persen dana MBG digunakan untuk membeli bahan pangan dari petani dan pelaku usaha lokal, seperti beras, sayur, buah, dan protein hewani. Sementara 10,5 persen dialokasikan untuk honorarium tenaga pelaksana SPPG, menciptakan peluang kerja baru di desa-desa.
“Satu SPPG membutuhkan sekitar lima ton beras per bulan atau setara dengan panen dua hektar sawah. Setiap tahun juga dibutuhkan 1,5 hektar lahan pisang, 32 kolam lele bioflok dalam empat bulan, 4.000 ekor ayam petelur, serta 18 hektar lahan jagung sebagai pakan ayam. Inilah aspek ekonomi yang akan lahir dari program Makan Bergizi Gratis,” terang Dadan.
Industri dalam negeri pun bergerak cepat merespons kebutuhan logistik program MBG. Produsen peralatan dapur di Semarang mencatat kenaikan omzet tiga hingga empat kali lipat. Bahkan, beberapa pabrik otomotif mulai memproduksi food tray untuk distribusi makanan anak-anak sekolah.
“Sebelum ada program MBG, tidak ada industri yang memproduksi food tray. Sekarang sudah ada 38 pengusaha food tray di Indonesia dengan kapasitas produksi 12,8 juta buah per bulan, sedangkan kebutuhan kita mencapai 15 juta food tray setiap bulan,” ungkap Dadan.
Meski memberi dampak luas, Dadan mengingatkan bahwa kualitas dan keamanan pangan tetap harus dijaga.
“Tujuan utama kita adalah menciptakan anak-anak Indonesia yang sehat, cerdas, dan ceria, bukan anak yang sakit,” tegasnya.
Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus berkomitmen meningkatkan kualitas pelaksanaan program MBG agar manfaatnya makin dirasakan masyarakat luas.
Program MBG telah membuktikan diri sebagai program strategis yang bukan hanya memperbaiki gizi anak, tetapi juga menjadi katalis pertumbuhan ekonomi berbasis lokal dan mendorong kemandirian pangan di berbagai daerah Indonesia.(Ist/Lsn)