Sekretaris PD Muhammadiyah Barito Utara Dadang Ma mun.(Media Dayak/Lana)
Muara Teweh, Media Dayak
Polemik gagalnya beberapa kali pembahasan bahkan paripurma anggaran perubahan 2024 menuai kritik dan respon keras dari berbagai kalangan. Tak terkecuali tokoh organisasi massa Islam terbesar kedua di Indonesia, yaitu Muhammadiyah.
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Barito Utara, Dadang Ma’mun, Sst, di Muara Teweh, Kamis (11/10/2024) mengatakan jika kejadian ini tertaut dengan tentetan dan historikal yang mudah dibaca. Dari historikal tersebut rasanya sangat sulit kita menafikan jika 6 (enam) kali kegagalan paripurma tidak bermuatan politis. Apalagi dikatakan demi kepentingan orang banyak.
Dalam konteks ini, Dadang menyoroti aturan mengenai batasan waktu pembahasan anggaran perubahan dan menekankan pentingnya pemahaman tentang keadaan darurat pada waktu rapat.
Menurutnya, penyingkatan waktu rapat agar semua dinas terkait mendapat kesempatan adalah hal yang harus diprioritaskan dibandingkan menyita waktu pada satu dinas dengan pembahasan yang berulang-ulang.
Ia juga menegaskan pentingnya obyektivitas dalam melaksanakan tugas sebagai wakil rakyat, tanpa mendahulukan ego dan kepentingan politik kelompok.
Dalam konteks penerimaan ASN dan P3K, Dadang menambahkan bahwa pelaksanaannya tetap sektoral dan dilaksanakan di daerah formasi. “Hal ini harus menjadi bahan pertimbangan bagi para pemangku kepentingan untuk memahami dan melaksanakan amanah konstitusi secara obyektif,” kata dia.
Lebih lanjut Dadang, dalam konteks politisasi pilkada terkait dengan pembahasan anggaran perubahan, ia menyampaikan bahwa tidak ada sejarah paripurna di Boikot dalam momen pilkada.
Ia menyoroti sikap beberapa pihak dalam menanggapi kegagalan pembahasan anggaran perubahan, dengan analogi sikap anak kecil yang merajuk ketika keinginannya tidak terpenuhi.
Lebih lanjut, Dadang juga menyoroti kendala dalam anggaran perubahan yang berdampak pada beberapa rumah ibadah. Ia mencontohkan kasus renovasi dan pemenuhan kebutuhan ambal untuk rumah ibadah yang tidak dapat dilakukan karena anggaran perubahan tidak disetujui oleh anggota DPRD dari koalisi perubahan.
“Hal ini menjadi contoh nyata bagaimana keputusan politis dapat berdampak pada kegiatan sosial dan keagamaan masyarakat,” ucap Dadang.
Dirinya juga berpendapat bahwa sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas pemerintahan, perlunya menghindari politisasi dalam pengambilan keputusan terkait anggaran. Hal ini penting demi memastikan keadilan, kesetaraan, dan kepentingan masyarakat yang terwakili dengan baik.
Menurut dia penyebab dan dampak dari politisasi dalam pembahasan anggaran perubahan menjadi perhatian serius dalam konteks pemerintahan daerah.
Kehadiran Muhammadiyah dalam menyuarakan keprihatinan terkait hal ini menjadi sebuah panggilan untuk bersama-sama mewujudkan pemerintahan yang transparan dan berkeadilan.
Hal ini juga kata dia mengingatkan bahwa kebijakan anggaran memiliki dampak tidak hanya pada tataran administratif, tetapi juga pada kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat di daerah ini.
Dadang juga berharap adanya upaya konkret dalam mencegah politisasi dalam pembahasan anggaran perubahan, termasuk melalui pelibatan aktif dan konstruktif dari berbagai pihak terkait.
“Upaya ini diharapkan dapat mencegah terulangnya kegagalan pembahasan anggaran perubahan yang berpotensi merugikan masyarakat secara luas,” pungkasnya.(lna/Lsn)