Rumah di dalam hutan milik Kakek Kotop yang hidup bersama istri dan dua anaknya di Desa Penda Siron Kecamatan Laung Tuhup.(Media Dayak/Lulus)
Puruk Cahu, Media Dayak
Meskipun zaman telah mengalami banyak kemajuan dan masyarakat sudah meninggalkan pola hidup nomaden, namun masih ada sebagian masyarakat Murung Raya yang masih tinggal di pedalaman hutan.
Salah satunya adalah Kakek Kotop, warga Desa Penda Siron, Kecematan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya (Mura) yang tinggal di tengah hutan belantara sejauh sekitar 10 km dari perkampungan warga bersama istri dan dua orang anaknya.
Kehidupan memprihatinkan Kakek Kotop menimbulkan rasa simpati warga di daerah setempat, sehingga warga mengharapkan bantuan dari pemerintah daerah untuk memfasilitasi atau memberikan solusi terhadap keluarga tersebut.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Mura Rusine melalui Kabid Pemberdayaan Sosial Apri Antony membenarkan, bahwa masih banyak warga Bumi Tana Malai Tolung Lingu di daerah-daerah pedalaman yang masyarakatnya hidup secara berpencar atau berpindah-pindah di dalam hutan dan masuk kategori di bawah garis kemiskinan.
Apri menyatakan, Pemerintah Kabupaten Mura sudah melakukan pendataan guna diberi pembinaan serta diusulkan untuk masuk menjadi komunitas adat terpencil (KAT).
“Warga pedalaman ini banyak hidup berpencar atau berpindah-pindah dengan akses yang cukup sulit dijangkau. Oleh karena itu, warga-warga tersebut rencana akan ditarik nantinya melalui program KAT yang sudah diusulkan, bahkan saat ini sedang proses MoU. Harapannya mudah-mudahan yang diusulkan ini cepat terealisasi,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Apri, pihaknya masih menunggu proses persetujuan dari pemerintah pusat, terutama mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (Juklak dan Juknis) dalam rangka arah kebijakan pemberdayaan kehidupan masyarakat adat terpencil.
Masyarakat yang hidup berpencar itu rencananya akan ditarik menjadi satu tempat atau komunitas di kampung yang nantinya mendapat pembinaan melalui pembentukan tim terpadu dari pemerintah.
“Sebab kesulitan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan selama ini, mereka hidup secara berpencar dengan akses transportasi yang sangat sulit, meski melewati jalur sungai namun yang dilewati adalah riam-riam sungai yang berbahaya, demikian pula di darat yang harus melewati perbukitan. Dengan begitu semuanya nanti akan ditarik turun dengan dibuat rumah untuk mereka dapat menetap serta mudah jangkauan akses pembinaan,” pungkasnya.(LULUS/aw)