Diskominfosandi Barut Keberatan Pemberitaan Salah satu Media Online yang Tendensius

Kadis Kominfosandi Barut : M Iman Topik
Muara Teweh, Media Dayak
Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Kabupaten Barito Utara (Diskominfosandi Barut) diberitakan dengan narasi berita yang dirilis pada Jumat 9 Agustus 2019 oleh salah satu media online di daerah ini.
Kadis Kominfosandi Barito Utara, M Iman Topik, SIP, MSi keberatan atas berita dengan judul “Proyek Pemasangan Paving Blok di Diskominfosandi Barut Diduga Siluman Benarkah?”.
Kadiskominfosandi Barut menyatakan, pada saat konfirmasi, Pimpinan Umum media online tersebut yang juga merangkap Dewan Redaksi dan Redaktur Pelaksana, datang ke kantor Diskominfosandi Barut dan telah dijawab dan disampaikan secara jelas serta gamblang sesuai poin-poin pertanyaan yang diajukan terkait pekerjaan paving block pada halaman kantor Diskominfosandi Barut.
“Pada saat berita ditayangkan, isi berita tidak sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Dalam pemberitaan disebutkan “Proyek Pembangunan Pemasangan Paving block tipe Hexagon, di Diskominfosandi Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, di Jalan Pramuka diduga sebagai proyek siluman. Ironisnya, pihak Diskominfosandi dalam pelaksanaan pekerjaanya tidak memasang papan proyek, sehingga banyak yang menilai proyek tersebut siluman,” kata Iman Topik mengutip pemberitaan yang ditayangkan media online tersebut.
Padahal, kata Iman Topik, saat konfirmasi telah dijelaskan bahwa dalam penggunaan anggaran rutin kantor, pengadaan barang dan jasa (seperti pembelian ATK, belanja pegawai, pemeliharaan rutin gedung kantor dan lainnya) tidak diperlukan pemasangan papan nama proyek.
Pada berita yang dirilis, disebutkan “Ironisnya, pihak diskominfosandi tidak memasang papan proyek, sehingga banyak yang menilai proyek tersebut siluman”. Hal ini jelas Topik tentunya menimbulkan persepsi negatif kepada publik dan pembaca, seolah-olah publik dan pembaca digiring ke dalam opini penulis bahwa pekerjaan tersebut salah.
“Diskominfosandi Barut telah diadili melakukan pekerjaan yang salah. Jika dipahami secara general maka pernyataan tersebut bersifat fitnah, dan akibat adanya opini (pendapat) dari pernyataan tersebut, maka dapat diancam dengan pasal 310 ayat (1) dan (2) KUHP,” jelasnya.
Wartawan media online tersebut, sebut Topik, telah melakukan penulisan berdasarkan opini pribadi yang cenderung menyudutkan Diskominfosandi Barut. Hal ini tentunya melanggar kode etik jurnalistik.
Oknum wartawan tersebut sebelum menulis berita untuk ditayangkan tidak membaca peraturan dan ketentuan yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa sebagai rujukan selain dari narasumber.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terkait pengaturan Tipe Swakelola. Dalam Peraturan pemerintah tersebut pada Pasal 18 ayat (6) huruf a yang berbunyi “Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran”. Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan pasal 47 ayat (1) huruf c berbunyi “Dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
Selain itu metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya diatur dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b berbunyi “Pengadaan Langsung”. Pada Pasal 38 ayat (3) berbunyi “Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik yang menyebutkan Pasal 1, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran pada pasal 1 tersebut akurat, berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang berarti semua pihak mendapatkan kesempatan setara. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 3, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. “Penafsiran, Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang,” terangnya.
Kadis Kominfosandi juga mengatakan bahwa Kepolisian Republik Indonesia telah mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak menyebarkan kabar bohong (hoax) di media sosial. Sebab, polri akan menjerat penyebar hoax di media sosial atau internet dengan pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Dalam UU ITE itu disebutkan pada ayat 1 pasal 28 UU ITE “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik,“,” kata Topik.
Pada ayat 2 pasal 28 UU ITE, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),”.
“Di pasal 45 UU ITE juga berbunyi setiap orang yang memenuhi unsur yang dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 atau ayat 2 maka dipidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar,” tutupnya.(lna)