Penulis : Aman Sahab*
Dalam visinya yang tertuang dalam Nawa Cita, Presiden Jokowi mendeklarasikan untuk fokus membangun pertanian yang berdaulat dan memanusiakan petani. Dalam agenda ke tujuh Nawa Cita disebutkan “Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-sektor Strategis Ekonomi Domestik, menitikberatkan pada upaya mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Mensejahterakan Petani”.Bentuk keseriusan itu, kembali dipertegas Presiden Jokowi di depan para kepala daerah di Jakarta, tanggal 4 Agustus lalu. “Daerah harus fokus mengelola potensinya secara tuntas dari hulu sampai hilir. Jangan ingin mengerjakan semuanya tetapi tidak ada yang tuntas”.
Tak ayal, Pemerintah saat ini telah “mendeklarasikan” perlawanan atas praktek kartel pangan yang telah terbukti memiskinkan petani sekaligus merugikan konsumen.
Tentang kinerja ekspor impor pangan melalui terobosan kebijakan pembangunan pertanian era Presiden Jokowi, tentunya tidak diragukan akan hasil yang diperoleh. Pada tanggal 17 Oktober 2016, BPS merilis beberapa data strategis tentang data perdagangan dan perkembangan rupiah. Data tersebut mengungkapkan kebijakan dan program strategis Kementerian Pertanian sudah on the track dalam meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Ekspor nonmigas September 2016 mencapai US$11,45 miliar atau naik 2,85 persen jika dibandingkan ekspor September 2015. Impor nonmigas September 2016 mencapai US$9,55 miliar atau naik 0,95 persen jika dibandingkan September 2015. Barang nonmigas ini seperti hasil perkebunan, pertanian, peternakan, perikanan dan hasil pertambangan yang bukan minyak bumi dan gas.
Harus diakui bahwa prestasi ekspor-impor nonmigas di atas merupakan kontribusi besar dari pencapaian dua tahun pembangunan sektor pertanian pemerintahan Jokowi-JK. Data BPS menyebutkan produksi pangan tahun 2017 mengalami kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS, produksi 75,36 juta ton GKG naik 6,37 persen dibandingkan 2014 yang hanya 70,84 juta ton. Produksi padi pada 2016 pun terjadi kenaikan yakni 79.35 juta ton dan tahun 2017 juga terjadi kenaikan sebesar 81,16 juta ton meningkat 14,42%. Peningkatan juga terjadi pada komoditas jagung yang pada tahun 2017 29,86 juta ton dan naik 52,17% dibandingkan 2014. Produksi komoditas bawang merah pada 2017 mencapai 1,47 juta ton dan naik sebesar 18,79% dibanding 2014. Sedangkan produksi komoditas cabai pada 2017 mencapai 2,38 juta ton dan meningkat sebesar 27,09% dibanding 2014. Begitu pula bidang protein hewani yang mengalami peningkatan. Produksi daging sapi pada 2017 mencapai 531,8 ribu ton dan meningkat 6,85% dibanding 2014. Produksi daging ayam juga meningkat menjadi 2,26 juta ton pada 2017 dan meningkat 16,40% dibanding 2014. Produksi telur meningkat menjadi 2,11 juta ton pada 2017 dan meningkat 20,21% dibanding 2014.
Kemajuan lain salah satunya bisa dilihat dari hasil kajian yang dirilis tiap tahun oleh The Economist Inteligence Unit (EIU). Dalam kajian itu, Global Food Security Indexm (GFS) atau Peringkat Ketahanan Pangan Indonesia terus membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dari 113 negara yang dikaji, pada tahun 2017 Indonesia menempati rangking ke 69 dengan skor 51,3 dan naik 0,2 poin dibanding pada tahun 2016 yang menempati posisi 71 dengan skor 51,1. Pada era Jokowi-JK, setidaknya sudah dicabut 210 regulasi pertanian yang menghambat. Pengadaan pola tender pun diubah menjadi penunjukan langsung sehingga penyediaan sarana produksi menjadi cepat dan lancar. Rehabilisasi infrastruktur air irigasi 3,5 juta hektar, cetak sawah dan optimasi lahan lebih 1,0 juta hektar, mekanisasi besar-besaran lebih dari 300.000 unit, teknologi benih berkembang pesat, asuransi pertanian 1 juta hektar per tahun, dan program strategis lainnya. Hasilnya sangat nyata, dulu petani sering keluhkan benih, pupuk, air dan lainnya, sekarang relatif berkurang bahkan tidak ada keluhan.
Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) di sektor pertanian pada tahun 2017-2018 naik mencapai 4,41 persen. Capaian ini terjadi karena beberapa komoditas sudah swasembada alias tidak lagi impor. Adapun impor beras di tahun 2018 bukan karena kekurangan produksi, tapi produksi cukup, yang buktinya selama beras impor sampai saat ini belum dikeluarkan di gudang dan selama Ramadhan hingga saat ini harga stabil. Kini Inflasi terjaga, petani untung dan konsumen tersenyum. Tak cuma itu, secara kuantitatif, kinerja pertanian dapat dilihat dari nilai produksi 2017 Rp 1,344 triliun atau naik Rp 350 triliun dari 2012. Kini, pada 2018, jumlah penduduk 265 juta jiwa atau bertambah 12,8 juta jiwa dari 2014. Pertambahan jumlah penduduk tentu membutuhkan tambahan 1,7 juta ton beras.
Upaya Jokowi untuk mencapai revolusi pangan tersebut tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Melalui kinerja Jokowi, peningkatan efektivitas di bidang pangan bukan lagi mitos belaka tetapi sesuatu yang dapat direalisasikan. Namun demikian, masyarakat juga harus berusaha untuk merealisasikan swasembada pangan, peningkatan produksi pangan serta mendukung kegiatan ekspor pangan dan komoditas pangan nasional. Tidak ada keraguan lagi untuk menjadikan Presiden kita saat ini untuk melanjutkan kinerjanya yang menuai banyak keberhasilan. Setidaknya, masyarakat bisa berusaha melalui dukungan suara pada Pilpres 2019.
)* Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang